Welcome

Welcome to my Blog :)

Monday, December 17, 2018

POLEMIK KOTAK SUARA KARTON

         


Pada prinsipnya KPU, Bawaslu dan DKPP adalah penyelenggara Pemilu, yang memainkan peran berdasarkan UU, dalam hal ini UU 7 th 2017, Peraturan KPU, peraturan Bawaslu adalah terjemahan dari UU tersebut. Dalam hal kasus yang lagi viral sekarang seakan-akan itu semua hanya "ulah" dr KPU, seperti yang telah dijlaskan oleh Komisioner KPU RI bapak Pramono Ubaid T  bahwa KPU berusaha menterjemahkan Penjelasan Pasal 341 ayat (1) huruf a UU 7/2017, yg mengamanatkan kotak suara harus transparan, sekali lagi UU ini bukan bikinan KPU, tapi produk Pemerintah dan DPR. Kemudian soal bentuk, ukuran, dan spesifikasi teknis kotak suara (dan logistik yg lain), UU 7/2017 Pasal 341 ayat (3) memberi mandat yg tegas kepada KPU utk mengatur dlm Peraturan KPU, Setelah mempertimbangkan berbagai alternatif bahan, KPU mengusulkan penggunaan bahan duplex, atau karton kedap air, serta transparan satu sisi. Bahan ini berbeda dg kardus mie instam atau air kemasan. Usulan KPU ini dituangkan dlm draft PKPU tentang logistik, dan dibawa ke dlm Rapat Dengar Pendapat dg Pemerintah (Kemendagri) dan DPR (Komisi 2), yg di dalamnya ada semua wakil parpol. Memang dlm menyusun PKPU, KPU wajib konsultasi (meskipun hasilnya tdk mengikat). RDP dilaksanakan bulan Maret 2018. Jauh sebelum koalisi capres-cawapres. Dlm RDP, draft PKPU ini dibahas dg kepala dingin, tdk ada yg menolak, apalagi walk out. Setelah RDP itu, draft PKPU diajukan ke Kemenkumham utk diundangkan. Dan di Kemenkumham tdk ada koreksi sama sekali (misal: karena bertentangan dg UU lain atau yg lbh tinggi, seperti pada saat PKPU Pencalonan yg melarang caleg eks koruptor dan kejahatan seksual terhadap anak untuk menjadi caleg). Dan akhirnya Kemenkumham mengesahkan PKPU No. 15/2018 pada 24/4/2018 yg pada Pasal 7 ayat (1) mengatur bahwa kotak suara menggunakan bahan karton kedap air yg transparan satu sisi. Jadi, dlm menentukan bahan karton kedap air serta transparan satu sisi itu, KPU tdk bisa menetapkan sepihak. Namun melalui persetujuan pemerintah dan DPR, lewat forum RDP. Nah, di DPR kan ada wakil2 semua parpol. Termasuk parpol-parpol pendukung Pasangan Capres-Cawapres. Dan itu para wakil rakyat adalah pilihan dari rakyat. Kemudian ada yang memberitanggapan "kok Usulan konyol (kotak suara dari karton) demikian mengapa bisa muncul dari KPU yang notabanenya adalah orang-orang terpilih dan terjaring intelektualitas dan integritasnya?, andaikan ide tersebut tidak muncul dari awal tentu saja tidak akan terealisasi dan disahkan, terlepas dari faktor penghematan anggaran pelaksanaan pemilu yang disampaikan ke pemerintah dan DPR pada saat dengar pendapat. Nah menanggapi pernyataan tersebut maka saya berpendapat bahwa ya benar usul dr KPU dengan beberapa usulan yg lainnya setelah melalui beberapa kajian-kajian, jika dikatakan ide konyol, maka pendapat saya lebih konyol lagi yang meminta yudicial review sehingga di terima oleh MK untuk Pemilu serentak antara pileg dan pilpres, karena dari segi teknis akan sangat susah sekali, terutama dari segi ketersediaan logistik surat suara dan daftar pemilih, jadi diawal saja yg meminta Pemilu serentak (efendi ghazali dkk) ini saja semangatnya adalah penghematan anggaran Negara, namun jika memang urgensinya kotak suara itu dirasa begitu penting bagi rakyat semoga saja ada wakil rakyat yang kemudian meminta yudicial review kembali tentang hal ini, karena ini bukan hal yg baru, ini sudah lama disahkannya, mereka di DPR dan pemerintah sudah tau itu kok. Tapi perlu diingat jika itu terjadi maka itu memerlukan “anggaran” yang tidak sedikit tidak seperti semangat penghematan anggaran yang diinginkan diawal.
oleh : Indra Bayu Pratama, S.Pi
#Yuuuk diskusi sehat 👍, kita kawal bersama, sukseskan pemilu 👍

No comments:

Post a Comment